KOTA CIREBON — Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini bukan lagi sekadar konsep futuristik. Teknologi ini telah hadir di berbagai sektor kehidupan di Indonesia, mulai dari layanan publik, industri kreatif, hingga dunia kesehatan dan pendidikan. Di balik pesatnya perkembangan tersebut, Indonesia dihadapkan pada peluang luar biasa sekaligus tantangan serius, khususnya dalam aspek etika, tata kelola, dan perlindungan hak asasi manusia.
Seiring semakin luasnya pemanfaatan AI, berbagai pihak mulai menyoroti pentingnya penguatan regulasi dan penerapan prinsip tanggung jawab yang ketat. Tujuannya, agar manfaat AI dapat dirasakan secara merata tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan hak individu. Lantas, bagaimana situasi perkembangan AI di Indonesia saat ini, dan isu apa saja yang perlu menjadi perhatian bersama?
Etika dan Pertanggungjawaban Menjadi Sorotan Utama
Salah satu isu paling krusial dalam pemanfaatan AI adalah soal etika dan pertanggungjawaban. Bagaimana teknologi ini digunakan, keputusan apa yang dihasilkan, serta siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi kesalahan atau penyalahgunaan, merupakan hal-hal yang wajib diatur secara jelas dan tegas.
Isu seperti transparansi, keadilan, akuntabilitas, hingga keamanan dan privasi data menjadi sorotan utama. Tanpa standar etika yang kuat, teknologi ini dapat menimbulkan dampak negatif, mulai dari diskriminasi algoritmik, pelanggaran privasi, hingga penyalahgunaan data pribadi.
Salah satu pendekatan yang mulai diterapkan di berbagai negara adalah Explainable AI (XAI), yaitu sistem kecerdasan buatan yang mampu memberikan penjelasan logis atas setiap keputusan yang diambilnya. Dengan demikian, masyarakat dapat memahami alasan di balik sebuah tindakan AI. Selain itu, konsep multi-stakeholder responsibility juga menjadi penting, di mana pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat sipil perlu terlibat aktif dalam memastikan pengembangan dan pemanfaatan AI yang aman, adil, dan bertanggung jawab.
Sebagai langkah strategis, pembentukan badan pengawas AI nasional serta adopsi standar internasional seperti General Data Protection Regulation (GDPR) terus didorong, agar pengelolaan AI di Indonesia dapat bersaing dan berjalan sesuai prinsip global.
Regulasi yang Perlu Diperkuat
Di Indonesia, pengaturan terkait AI mulai dilakukan sejak 2019 melalui pendekatan berbasis risiko, yang kemudian diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021. Salah satu kebijakan terbaru adalah Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023, yang memuat prinsip-prinsip etika AI seperti inklusivitas, kemanusiaan, keamanan, akuntabilitas, perlindungan data pribadi, serta dukungan terhadap pembangunan berkelanjutan.
Namun, sejumlah pihak menilai regulasi yang ada masih perlu disempurnakan. Mengingat AI berkembang dengan sangat cepat, maka peraturan yang mengatur tata kelola dan etika penggunaannya harus adaptif, partisipatif, dan sensitif terhadap nilai-nilai sosial budaya di Indonesia.

Tantangan Nyata dalam Pengembangan AI di Indonesia
Meskipun memiliki potensi besar, pengembangan AI di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain:
- Belum Ada Regulasi Khusus AI:
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang secara komprehensif mengatur penggunaan, pengembangan, dan pengawasan AI. Kekosongan hukum ini bisa menimbulkan celah dalam penegakan etika dan perlindungan masyarakat.
- Ketimpangan Literasi Digital dan Etika Teknologi:
Banyak pemangku kepentingan, baik pelaku industri maupun masyarakat, masih belum memahami secara utuh potensi risiko dan tanggung jawab dalam penggunaan AI.
- Konflik Nilai:
Dilema antara efisiensi teknologi, keuntungan ekonomi, dan nilai-nilai moral seperti keadilan, transparansi, serta hak individu sering kali muncul, terutama dalam pemanfaatan AI generatif.
- Minimnya Keterlibatan Publik:
Diskusi terbuka soal dampak sosial dan etika AI masih sangat terbatas. Padahal, keterlibatan publik penting agar kebijakan yang lahir bersifat inklusif dan mewakili kepentingan bersama.
- Potensi Diskriminasi dan Bias Algoritmik:
Tanpa pengawasan ketat, sistem AI berisiko memperkuat bias yang sudah ada di masyarakat, misalnya dalam layanan publik, proses rekrutmen, atau penegakan hukum.
- Keterbatasan Infrastruktur dan SDM:
Saat ini, Indonesia masih kekurangan SDM yang menguasai teknologi AI secara mendalam. Ditambah lagi, infrastruktur teknologi canggih belum tersebar merata di berbagai sektor.
Hak Asasi Manusia Harus Tetap Menjadi Prioritas
Perkembangan kecerdasan buatan (AI) memiliki hubungan erat dengan isu hak asasi manusia (HAM). Teknologi ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan yang berkaitan langsung dengan hak-hak individu, seperti hak atas privasi, kebebasan berekspresi, perlindungan data pribadi, hingga hak atas keadilan dalam pelayanan publik.
Di satu sisi, AI menawarkan banyak kemudahan dan efisiensi dalam berbagai bidang. Namun di sisi lain, tanpa pengawasan dan tata kelola yang tepat, AI berpotensi menimbulkan risiko pelanggaran HAM, seperti diskriminasi algoritmik, bias keputusan otomatis, hingga penyalahgunaan data pribadi.
Oleh karena itu, pengembangan dan penerapan AI perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Penting bagi seluruh pihak — baik pemerintah, pelaku industri, akademisi, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat umum — untuk terlibat dalam memastikan AI berjalan secara etis dan tidak merugikan hak-hak dasar individu.
Penyusunan regulasi yang adaptif, penerapan prinsip etika digital, serta peningkatan literasi masyarakat menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa manfaat AI dapat dinikmati secara adil, inklusif, dan aman. AI bisa menjadi motor penggerak kemajuan bangsa jika dikelola dengan bijak, namun juga menyimpan potensi ancaman jika pengaturannya tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia.
Karena itu, Indonesia perlu membangun ekosistem AI yang berorientasi pada perlindungan hak-hak individu, transparansi, dan keadilan, sekaligus melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam setiap proses penyusunannya.
Referensi
- Nasman, N., Astuti, P., & Perwitasari, D. (2024). Etika dan Pertanggungjawaban Penggunaan Artificial Intelligence di Indonesia. Jurnal Hukum Lex Generalis, 5(10), 1-15.
- Pratama, M., A. (2024). Kompromi Etis dalam AI Generatif: Memetakan Konflik Nilai Keadilan, Transparansi, dan Utilitas. Judge: Jurnal Hukum, 5(2), 220- 229.
- Rizki, M., J. (2024). Mendorong Pemerintah Segera Susun Regulasi Tata Kelola AI yang Komprehensif. Diakses pada 17 April, 2025, dari https://www.hukumonline.com/berita/a/mendorong-pemerintah-segera-susun-regulasi-tata-kelola-ai-yang-komprehensif-lt66333a6b06c16/.
- Simanjuntak, W., Subagyo, A., & Sufianto, D. (2024). Peran Pemerintah dalam Implementasi Artificial Intelligence (AI) di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI). Journal of Social and Economics Research, 6(1), 1-15.
- Syahril, M., A., F., Darmawasnya, A., Murdiono, M., & Asriyani, A. (2024). Artificial Intelligence dan Hak Asasi Manusia: Kajian Hukum tentang Potensi Bahaya di Indonesia. Julia: Jurnal Litigasi Amsir, 11(3), 359-364.
Olah Data: Aam Amanah (Mahasiswa Magang Universitas Swadaya Gunung Jati)
Olah Grafis: Tisya Noptasya Dewi (Mahasiswa Magang Universitas Swadaya Gunung Jati)
Pembimbing: Dea Deliana Dewi
Penyunting: Elsi Yuliyanti
Program Pembimbingan Magang dan PKL
Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kota Cirebon
Jalan Dr. Sudarsono No. 40, Kota Cirebon, 45134
https://dkis.cirebonkota.go.id
Instagram: @dkiskotacirebon @pemdakotacrb @ppidlapor.cirebonkota