KOTA CIREBON — Di era digital yang semakin kompleks, kita terbiasa berbicara tentang perlindungan siber dalam bentuk teknologi: firewall, antivirus, enkripsi, hingga autentikasi dua Langkah (2FA) . Namun, di balik semua lapisan keamanan itu, ada satu celah yang kerap terlupakan dan justru paling rentan: manusia.
Social Engineering (Rekayasa Sosial) adalah bentuk serangan yang tidak mengandalkan celah teknis atau perangkat canggih. Ia memanfaatkan psikologi manusia, seperti rasa percaya, kepanikan, empati, atau rasa ingin membantu untuk mendapatkan akses, data, atau kendali atas sistem.
Satu klik keliru, satu jawaban sembrono, bisa membuka pintu bagi pencurian identitas, pembobolan sistem, hingga kerugian finansial yang serius. Serangan ini sering kali terjadi tanpa korban menyadari bahwa mereka sedang ditipu.
Lebih mengkhawatirkan lagi, perkembangan kecerdasan buatan (AI) membuat serangan semacam ini semakin halus dan meyakinkan. Email phishing kini disusun secara personal, nada bicara penipuan via telepon dibuat sangat persuasif, bahkan pesan SMS jebakan bisa sangat mirip notifikasi resmi. Prediksi dari Skyhigh Security menyatakan bahwa pada 2025, social engineering berbasis AI akan menjadi lebih masif dan sulit dikenali.
Kenali Jenis-jenis Serangan Social Engineering
Memahami berbagai bentuk serangan social engineering adalah langkah pertama dan paling penting dalam melindungi diri. Penipuan ini sering kali terlihat sangat masuk akal. Jika kita tak mengenal bentuk-bentuknya, kita mudah jadi korban, bahkan tanpa sadar.
1. Phishing
Bayangkan Anda menerima email dari “bank” yang mengatakan bahwa akun Anda diblokir dan Anda harus segera mengklik tautan untuk mengamankannya. Secara visual, email ini bisa terlihat sah dari mulai logo bank, bahasa formal, bahkan alamat pengirimnya menyerupai yang asli. Tapi begitu Anda mengklik tautannya, Anda akan dibawa ke situs palsu yang dirancang untuk mencuri informasi login Anda. Inilah yang disebut phishing, salah satu teknik paling umum dan mematikan dalam social engineering. Serangan ini bisa datang lewat email, media sosial, atau bahkan WhatsApp.
2. Pretexting
Dalam serangan ini, pelaku menciptakan identitas palsu, misalnya mengaku sebagai petugas IT kantor, pegawai bank, atau bahkan polisi. Ia akan menyusun cerita yang tampaknya masuk akal, lalu meminta Anda memberikan informasi penting: nomor rekening, kata sandi, atau detail proyek. Misalnya, seseorang menelepon dan berkata, “Kami dari tim keamanan sistem perusahaan. Kami mendeteksi aktivitas mencurigakan dan butuh Anda memverifikasi akun Anda sekarang.” Nada suara mereka meyakinkan, terlatih, dan terkesan profesional. Di situlah letak bahayanya, karena kita cenderung menuruti orang yang terdengar berwenang.
3. Tailgating (Piggybacking)
Serangan ini lebih banyak terjadi di lingkungan kerja atau gedung dengan akses terbatas. Pelaku menyelinap masuk ke area privat dengan cara mengikuti karyawan sah dari belakang saat pintu terbuka. Biasanya, mereka berpura-pura sebagai pegawai baru, teknisi, atau kurir. Banyak orang merasa tidak enak hati menolak orang lain untuk masuk, terutama jika orang itu terlihat sopan dan membawa banyak barang. Tapi dari celah ini, pelaku bisa masuk ke ruang server, mencuri dokumen fisik, atau mengakses komputer yang tidak terkunci.
4. Scareware
Pernahkah Anda tiba-tiba melihat pop-up di layar yang menyatakan, “PERANGKAT ANDA TERKENA VIRUS! UNDUH ANTIVIRUS SEKARANG!”? Itulah contoh scareware. Tujuannya adalah menakut-nakuti pengguna agar segera mengunduh sesuatu yang tampaknya aman, padahal itu adalah malware. Pelaku memanfaatkan kepanikan. Ketika kita merasa panik, kita cenderung bertindak cepat tanpa berpikir panjang. Di sinilah perangkat kita bisa diinfeksi, atau data pribadi kita diambil alih.
5. Vishing (Voice Phishing)
Jenis ini dilakukan lewat telepon. Misalnya, Anda menerima panggilan dari seseorang yang mengaku dari bank dan mengatakan ada transaksi mencurigakan di rekening Anda. Lalu mereka meminta Anda menyebutkan kode OTP yang baru saja dikirim. Jika Anda memberikannya, justru saat itulah akun Anda bisa dikuras. Suara meyakinkan dan nada percakapan yang formal sering kali membuat korban lengah.
6. Smishing (SMS Phishing)
Ini mirip phishing, tapi melalui SMS. Anda mungkin menerima pesan berbunyi, “Paket Anda tertahan di bea cukai. Klik link berikut untuk konfirmasi.” Karena khawatir paket tidak sampai, banyak orang langsung mengeklik tautan yang ternyata membawa ke situs palsu. Serangan semacam ini makin marak seiring berkembangnya belanja online. Beberapa bahkan menyisipkan file APK berbahaya yang jika diunduh, akan mencuri data dari ponsel Anda.
7. Quid Pro Quo
Taktik ini mengandalkan imbalan. Misalnya, pelaku menawarkan bantuan teknis, akses Wi-Fi gratis, atau saldo e-wallet, tapi dengan syarat Anda memberikan akses ke sistem atau data pribadi. Dalam dunia kerja, bisa juga dengan menyamar sebagai vendor yang memberikan “layanan gratis”, lalu meminta login sistem untuk menjalankan “pengecekan”. Iming-iming keuntungan instan atau rasa ingin dibantu sering kali menjadi celah yang dimanfaatkan.
Siklus Serangan Social Engineering: Strategi Terencana yang Sulit Disadari

Serangan social engineering tidak dilakukan secara asal-asalan. Pelaku biasanya menjalankan strategi empat tahap yang tersusun rapi, seperti seorang aktor yang sedang memainkan peran. Memahami siklus ini membantu kita mengantisipasi sebelum terlambat.
1. Research (Penelitian)
Tahap awal adalah mengumpulkan informasi. Pelaku menjelajahi profil media sosial, membaca unggahan, mencari dokumen online, atau melihat struktur organisasi tempat Anda bekerja. Bahkan informasi kecil seperti nama anak atau hobi bisa digunakan untuk menyusun pendekatan personal.
2. Hook (Memancing)
Dengan informasi yang sudah dikantongi, pelaku mulai menyusun jebakan. Email palsu, telepon berpura-pura, atau pesan instan yang terkesan resmi akan dikirimkan. Mereka menciptakan situasi mendesak, atau bermain dengan emosi Anda, agar Anda bertindak cepat tanpa berpikir panjang.
3. Extract (Mengambil)
Saat korban lengah, pelaku mulai bertindak: meminta password, akses sistem, atau meminta korban mengklik tautan berbahaya. Di sinilah data dicuri, sistem dibobol, atau akun diambil alih.
4. Exit (Menutup Jejak)
Setelah mendapatkan apa yang mereka cari, pelaku segera menghilang. Akun palsu dihapus, jejak komunikasi dibersihkan. Korban bingung, tidak tahu siapa yang harus dihubungi, dan sering kali kasus sulit ditindak.
Cara Mencegah Social Engineering: Waspada Adalah Benteng Utama
Berikut langkah-langkah sederhana namun sangat penting untuk mencegah diri kita dari jebakan social engineering:
1. Jangan Asal Berikan Informasi Pribadi: Kode OTP, PIN, nama ibu kandung, dan data pribadi lainnya bukan untuk dibagikan, bahkan kepada orang yang mengaku dari institusi resmi. Selalu curigai permintaan yang tidak biasa.
2. Jangan Terburu-buru Bertindak: Kata-kata seperti “Segera lakukan ini atau akun Anda diblokir” adalah trik umum. Jangan panik. Cek ulang informasi dan konfirmasi langsung ke instansi resmi.
3. Hati-hati Mengklik Link atau Mengunduh File: Tautan bisa tampak sah tapi berbahaya. Jangan klik jika Anda tidak yakin. Gunakan alat pratinjau link atau cek alamat situs dengan teliti.
4. Periksa Alamat Email dan Nomor Telepon Pengirim: Nama pengirim bisa dipalsukan, tapi alamat email atau nomor sering menyimpan kejanggalan. Cek domain, gaya bahasa, dan konsistensinya.
5. Aktifkan Autentikasi Dua Faktor (2FA): 2FA adalah perlindungan tambahan penting. Bahkan jika password Anda bocor, akun Anda tetap aman jika 2FA aktif.
6. Tingkatkan Literasi Digital Diri dan Sekitar: Edukasi adalah senjata terbaik. Ikuti pelatihan, bagikan informasi kepada rekan kerja dan keluarga. Satu orang sadar bisa menyelamatkan banyak orang lainnya.
7. Kenali Pola dan Teknik Penipuan yang Umum: Dengan mengenali pola serangan, Anda lebih siap mengenalinya di dunia nyata. Pengetahuan ini adalah pertahanan mental yang kuat.
Referensi:
- Cyberhub.id. (2024). Social Engineering: Trik Penipuan Modern yang Perlu Diketahui. Diakses pada 18 Juli, 2025, dari https://cyberhub.id/pengetahuan-dasar/social-engineering.
- Sadiku, M., N., Shadare, A., E., & Musa, S., M. (2016). Social Engineering: An Introduction. Journal of Scientific and Engineering Research, 3(3):64-66.
- Tjendrawinata, K., Indrajit., R., E., Santoso, H., & Dazki, E. (2022). Social Engineering: Crisis In Humanity. Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi, 9(3):2085-2095.
Penulis: Elsi Yuliyanti
Penyunting: Linda Suminar
Olah Grafis: Jumaisa (Siswa PKL SMK Negeri 1 Gunung Jati)
Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kota Cirebon
Jalan Dr. Sudarsono No. 40, Kota Cirebon, 45134
https://dkis.cirebonkota.go.id
Instagram: @dkiskotacirebon @pemdakotacrb @ppidlapor.cirebonkota